Mawar Hati (Episode lanjutan)

Januari 2010
Jakarta pagi itu terasa dingin, hujan yang turun dari semalam belum menunjukkan tanda-tanda akan reda. Seffa baru saja selesai membaca Al-Qur’an, Ia meletakkan Mushaf-nya dan langsung menyalakan pemanas air. Handphone-nya berdering sebuah panggilan dari nomor baru.
“Asalamualaikum......”
“wa-alaikum salam.... uda, ini Fi...”
“ohh.. Shesfi, ada apa Fi..., tumben pagi-pagi dah nelpon...?”
“ntar jam delapan Fi akan sidang Skripsi, mohon do’a-nya ya uda....”
“amiiin....”
 “jangan lupa baca do’a ya Fi: Rabbi srahli shadri, wa-ya syirli amrii, waflul ukhdatam min-lisani yafkahu kauli”
“makasih uda...”

@@@@

Langit kota Padang siang itu tampak cerah, kehidupan penduduk kembali bergairah, tampaknya trauma akibat gempa sudah mulai sirna dari ingatan warganya. Siang itu angin berhembus lembut, mentari tersenyum ceria seperti cerianya hati Shesfi yang baru saja lulus sidang skripsi. Tak henti-hentinya ia mengucap syukur ke hadirat Allah SWT, ia tak kuasa menahan butiran-butiran bening yang mengalir lembut diantara kelopak matanya. Ia menangis karena tak bisa membagi kebahagiaannya bersama sang bunda tercinta yang telah pergi untuk selamanya.
“di hari yang semestinya sangat bahagia ini,, kenapa kamu nangis Fi...?” Dewi yang setia menemaninya sejak pagi, memecah kesedihannya.
“Aku teringat mama Wi...., mestinya mama ada sa’at seperti ini...” jawab Shesfi sambil menyeka air matanya dengan tangan.
“udahlah Fi..., mama mu pasti tersenyum melihatmu disana...” Dewi coba menghibur
“Makasih ya Wi...”
@@@@




Langit gelap tanpa sang rembulan, bintang-bintang absen menghiasi cakrawala Metropolitan malam itu. Seffa sedang dalam perjalanan pulang dari Majelis Az-Zikra, majelis zikir pimpinan Ustad Arifin Ilham, motor yang dikendarainya melaju pelan menelusuri jalan raya Sawangan-Depok, terus lurus menuju Cinere melewati Masjid Dian Almahri, mesjid megah berkubah emas.
Kurang dari satu jam ia telah sampai di istananya berupa kamar kost berukuran 4X5 meter yang ia tempati bersama dua orang temannya di Jakarta. Ia segera melihat HP-nya yang sengaja ia tinggal di rumah. Di layar HP tertulis “2 Misscall” setelah di unlock ternyata dari nomor Shesfi. Kemudian Seffa menelpon balik.
“asalamualaikum,, ada FI..? maaf tadi uda ga’ bawa HP..”
“wa.... alaikum....salam...” terdengar jawaban Shesfi dengan suara gemetaran seperti sedang menangis.
“kamu nangis... ada apa...?, dimarahi papa lagi...?”
“papa ga’ marah..., Fi mau cerita sesuatu sama uda malam ini..., cerita itu telah Fi kirim lewat e-mail, segeralah baca e-mail uda. Sebelumnya Fi minta ma’af..., asalamualaikum.. tut..tut..tut..” Shesfi menutup telpon dengan suara serak... karena tangisnya semakin menjadi.
Seffa yang penasaran kembali menyalakn motornya bergegas menuju warnet untuk mengecek e-mailnya. Satu e-mail baru dari shesfi_cute@.....com,
Assalamu’alaikum wr. Wb.
Teruntuk uda Seffa di rantau jauh, semoga selalu dalam lindungan Allah SWT.
Uda..., sebelumnya Fi mohon ma’af, karena berita ini begitu tiba-tiba.
Sebenarnya Fi telah dilamar oleh seorang pemuda dan Fi belum menjawab lamaran itu. Pemuda itu adalah teman sekampus Fi yang sekarang telah jadi PNS di kampungnya di Bengkulu. Minggu lalu setelah ia tahu Fi telah lulus skripsi, tiba-tiba ia datang ke rumah bersama orang tuanya menemui Papa. Keluarga Fi telah banyak utang budi sama keluarga pemuda itu, dan Papa telah setuju menjodohkan Fi dengannya.
Uda...,
Uda kan tau kalau Papa itu sangat diktator... Fi ga’ bisa menolak setiap keputusannya. Papa begitu berkuasa atas Fi.. apa lagi setelah mama meninggal, sudah tak ada lagi tempat Fi mengeluh...,
Fi berharap uda ga’ sakit hati dengan semua ini....
 Percayalah uda Fi sangat mencintai uda...., Fi berdo’a semoga uda menemukan pengganti yang lebih baik dari Fi.
Wasalamualaikum Wr.wb
Tanpa membalas email itu, Seffa langsung pulang dengan menahan seribu kepedihan yang datang seperti silet berkarat yang menyayat-nyayat hatinya. Dia seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja ia baca. Ia memacu motornya dengan kecepatan tinggi tanpa peduli bahaya yang akan menimpa dirinya.

@@@@
Malam telah larut, orang-orang telah tertidur lelap. Meskipun di luar sana masih terlihat kelap-kelip lampu di beberapa diskotik yang tak pernah tidur, namun malam itu  udara Jakarta terasa sangat dingin, sedingin itu pula hati Seffa pada malam itu. Ia memandangi seikat bunga akar rumput kering pemberian seseorang yang beberapa jam yang lalu masih menjadi bunga mimpi-mimpinya, air matanya mengalir deras tak terbendung...
“ah... aku tidak boleh cengeng..., Aku harus kuat... Aku yakin akan ada akhir yang baik dari semua ini....” bisik Seffa dalam hatinya sambil menyeka air matanya dan segera berwudu’.
Setelah shalat tahajud ia belum juga bangkit dari sajadahnya. Ia mengadukan semua kepedihan hatinya kepada Rabbi penguasa alam. Dalam keheningan malam ia berdo’a:
“Ya rabb, aku telah jatuh cinta kepada seorang hamba-Mu yang shaleha....
 jika engkau berkenan ya Rabb, aku titipkan perasaan ini pada-Mu, sebab tidak sanggup Aku menanggung beban cinta ini.... tanpa bimbingan-Mu...
Aku juga titipkan dia pada-Mu..., jagalah dia.. lindungilah dia... bahagiakan dia...  Ya Rabb,
Ya Allah, sang Penguasa cinta.... janganlah Engkau jadikan cintaku pada ciptaan-Mu melebihi cintaku pada-Mu...”
Di ujung do’anya, Seffa kembali menangis, air matanya tumpah membasahi sajadah... ia terus menghibur dirinya... “Aku tidak boleh cengeng... Aku harus kuat... aku laki-laki...”. tapi ia kalah, tubuhnya berguncang hebat dan ia jatuh pingsan sampai azan subuh membangunkannya.
@@@@
Gerimis masih  saja turun. Dengan mata yang telah basah Seffa membaca sebuah catatan singkat yang ditulis di buku hariannya.
“ aku memandang pelangi
Yang turun bersama gerimis senja hari.
Akankah aku menjadi pangeran sang bidadari pelangi
Yang suci dan bermata jeli?
seperti apa yang didongengkan nenek
sebelum tidur waktu aku masih suka mengisap jari
sedangkan kini, mimpi-mimpi itu telah sirna terpanggang
sinar matahari.
Mungkinkah aku akan melihat bidadari suci lagi....?”
    “ Shesfi, engkau akan tetap menjadi bidadari suci di hatiku. Dan aku bersyukur karena pernah mencintaimu.” Bisik Seffa dalam hati.

“..Aku melihat bidadari..
     Seorang putri rupawan yang halus budi...
     Laksana mawar, engkau mekar di sekeping hati,
    Ingin ku petik, walau tanganku harus berdarah tertusuk durimu,
    Wangi mahkotamu akan mengobati lukaku,
    Engkaulah mawar hati, selamanya akan ku nanti,
    Engkaulah mawar hati dan rindu pun berbunga di sekeping hati...”


Semoga Bermanfaat
Salam cinta secinta-cintanya

(^_^)
SYAIFUL PUTRA
www.ipulstory.blogspot.com

Episode sebelumnya klik disini


Baca Juga Artikel Berikut:

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Like this...

Posting Komentar

Coment's box (No spam, No Porn)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by IPUL